Bagian yang muncul/hilang dalam format pembukaan sebuah peraturan menteri dibandingkan format pembukaan sebuah undang-undang

UU
Kriteria “Kegentingan yang Memaksa” dalam pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) semestinya diatur dengan jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan, agar terwujud suatu mekanisme kontrol yang lebih baik dalam pembentukan Perpu. Namun sampai saat ini, baik di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No.12 Tahun 2011), maupun Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Perpres No.87 Tahun 2014), yang menyebutkan tentang kewenangan Presiden menetapkan Perpu yang didasarkan pada hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, tidak memuat parameter yang jelas mengenai Kegentingan yang Memaksa tersebut.


Dalam praktik pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, biasanya dalam Ketentuan Penutup suatu undang-undang terdapat pasal atau ayat yang menegaskan status dari peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang lama (termasuk juga Peraturan Menteri). Misalnya dalam Pasal 143 Ketentuan Penutup Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menegaskan, bahwa:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Apabila terdapat Peraturan Menteri (atau dahulu disebut Keputusan Menteri yang berfungsi pengaturan) dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 (UU Keimigrasian yang lama) seperti diamanatkan dalam Pasal 43 ayat (3) undang-undang tersebut, maka peraturan menteri tersebut tetap berlaku dengan syarat “tidak bertentangan dengan undang-undang yang baru atau belum diganti”. Ketentuan demikian, dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan peraturan perundan-undangan (wet vacuum), khususnya dalam hal prosedur pelaksanaan ketentuan undang-undang yang baru. Dalam hal ini, substansi tertentu dari Peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar undang-undang yang lama, yang secara tegas bertentangan dengan undang-undang baru harus dikesampingkan.

Pada pembukaan undang-undang setelah "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA" tertulis "PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA", sedangkan pada peraturan menteri tertulis "MENTERI . . . REPUBLIK INDONESIA" sesuai dengan menteri pembuat peraturan tersebut.
Pada peraturan menteri tidak tertulis "Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA" namun langsung memutuskan setelah mengingat karena peraturan menteri dibuat atas kewenangan menteri yang bersangkutan, sedangkan undang-undang harus atas persetujuan bersama DPR dan presiden.

Komentar