Contoh bagian pembukaan dari sebuah undang-undang

Undang-undang (UU)
Undang-undang (UU) adalah salah satu bentuk dari apa yang disebut dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan di Indonenesia UU menempati urutan ketiga setelah Tap MPR. UU merupakan produk hukum bentukan bersama dari DPR dan Presiden dan untuk UU tertentu melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Secara garis besar proses dan tahapan pembentukan undang-undag terbagi dalam lima tahap, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.

Masing-masing dari tahapan pembentukan UU tersebut berintikan sebagai berikut:
1.Perencanaan
Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu) menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil pembahasan tersebut kemudian dituangkan dalam Keputusan DPR.
2.Penyusunan
Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah. Tahap ini terdiri dari:
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Penyusunan RUU adalah pembuatan rancangan peraturan pasal demi pasal dengan mengikuti ketentuan dalam lampiran II UU12/2011
Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi adalah suatu tahapan untuk:
1. Memastikan bahwa RUU yang disusun telah selaras dengan:
a. Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain
b. Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam RUU.
Pembahasan
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk topik-topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum adanya putusan MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam pembahasan tingkat 1, namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD tidak sampai kepada ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan bersama terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.

Yang terjadi pada tahap pembahasan adalah “saling kritik” terhadap suatu RUU. Jika RUU tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan memberikan pendapat dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka Presiden dan DPR akan memberikan masukan dan pendapatnya.
Pengesahan
Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait RUU yang dibahas bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan pada naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Jika presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka RUU tersebut otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan. Segera setelah Presiden menandatangani sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut.
Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran Negara (LN), yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN)m yakni untuk penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN.Sebelum sebuah UU ditempatkan dalam LN dan TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan tanda tangan dan memberikan nomor LN dan TLN pada naskah UU. Tujuan dari pengundangan ini adalah untuk memastikan setiap orang mengetahui UU yang akan mengikat mereka.

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KERANGKA PERATURAN PERUNDANG–UNDANGAN
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
Contoh:
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4
Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah
Menimbang: a. bahwa derajat kesehatan masyarakat yang semakin
tinggi
merupakan investasi strategis pada sumber
daya manusia supaya semakin produktif dari waktu
ke waktu;
b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat perlu diselenggarakan pembangunan
kesehatan
dengan
batas-batas
peran,
fungsi,
tanggung jawab, dan kewenangan yang jelas,
akuntabel, berkeadilan, merata, bermutu, berhasil
guna dan berdaya guna;
c. bahwa untuk memberikan arah, landasan dan
kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat
dalam pembangunan kesehatan, maka diperlukan
pengaturan
tentang
tatanan
penyelenggaraan
pembangunan kesehatan;
Pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Perundangundangan dianggap perlu untuk dibentuk adalah kurang tepat
karena tidak mencerminkan pertimbangan dan alasan dibentuknya
Peraturan Perundang–undangan tersebut. Lihat juga Nomor 24.

Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, setiap pokok
pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan
kesatuan pengertian.
Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan
dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri
dengan tanda baca titik koma.

Komentar