Sebuah
perusahaan fesyen lokal bernama "LuxWear" telah sukses membangun
reputasi sebagai produsen pakaian premium di Indonesia. Namun, beberapa tahun
setelah meraih popularitas, muncul sebuah merek baru bernama
"LuxWearz" yang menjual produk dengan desain dan logo yang mirip,
meskipun kualitasnya lebih rendah.
Menurut
Anda, apakah "LuxWear" dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran
merek terhadap "LuxWearz"? Jelaskan analisis Anda berdasarkan prinsip
hukum merek dan kemungkinan penyelesaiannya!
Dalam
pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2016, merek didefinisikan sebagai tanda yang
dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan
atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan dari/atau jasa. Merek dapat juga dikatakan sebagai janji penjual
untuk menyampaikan kesimpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara
konsisten kepada pembeli. Adanya perlindungan merek bertujuan untuk memberikan
hak eksklusif, yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang
terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya, sehingga pihak
tersebut tidak boleh memanfaatkannya tanpa izin pemilik merek.
Brand
“LuxWear” selaku pemegang hak eksklusif merek yang sah yang telah susah payah
membangun nama brand hingga menjadi populer serta menjadi produsen pakaian
premium di Indonesia tentunya sangat dirugikan oleh pihak yang dengan iktikad
tidak baik meniru atau menyerupai nama brand miliknya. Hal tersebut dapat
mengaburkan konsumen akan kualitas dan reputasi yang telah dimiliki oleh
pemegang hak merek yang sah.
Dalam
pasal 83 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pihak
“LuxWear” sebagai pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
Gugatan tersebut dapat berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua
perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Dalam pasal 83 ayat
3 disebutkan bahwa gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 1 diajukan
kepada Pengadilan Niaga. Hal ini berarti hanya pengadilan niaga yang dapat
menyelesaikan sengketa merek.
Dalam
pasal 84 UU No. 20 tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, disebutkan
bahwa selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih
besar, pemilik merek selaku penggugat dapat mengajukan permohonan kepada hakim
untuk menghentikan kegiatan produksi, peredaran, dan/atau perdagangan barang
dan/atau jasa yang menggunakan merek tersebut secara tanpa hak. Dalam hal
tergugat dituntut menyerahkan barang yang menggunakan merek secara tanpa hak,
hakim dapat memerintahkan penyerahan barang atau nilai barang tersebut
dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini
berarti pihak “LuxWear” selaku pemegang hak eksklusif merek dapat mengajukan
permohonan selama perkara masih dalam pemeriksaan pengadilan untuk mencegah
kerugian lebih besar untuk menghentikan kegiatan produksi, peredaran, dan/atau
perdagangan barang dan/atau jasa yang menggunakan merek menyerupai “LuxWear”
yakni “LuxWeaz”.
Pasal
93 UU No. 20 tahun 2016 tentang Merek Dan indikasi Geografis memberi alternatif
penyelesaian sengketa selain litigasi sebagaimana disebutkan dalam pasal 83 UU
No. 20 tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Para piak dapat
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
Penyelesaian perkara melalui non-litigasi atau alternatif penyelesaian sengketa
diatur secara khusus dalam UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Kesimpulannya,
upaya hukum yang dapat dilakukan pihak “LuxWear” selaku pemegang hak eksklusif
merek dapat dilakukan dengan cara litigasi (pengadilan niaga) atau non-litigasi
(alternatif penyelesaian sengketa). Dasar hukum dari penyelesaian sengketa
tersebut terdapat dalam pasal 83 dan pasal 93 UU No. 16 Tahun 2016 Tentang
Merek Dan Indikasi Geografis.
Sumber
referensi :
·
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis
·
Sudjana.
2021. Hukum Kekayaan Intelektual. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
Komentar
Posting Komentar