JAKARTA, investor.id – Kasus gagal bayar Koperasi
Simpan Pinjam Indosurya Cipta harus segera dituntaskan, dengan mengembalikan
uang yang menjadi hak anggota koperasi. Kasus gagal bayar KSP Indosurya itu
menghancurkan citra koperasi di Tanah Air yang sering justru menjadi kedok
investasi bodong atau penipuan, sehingga harus menjadi perhatian serius
pemerintah untuk membantu penyelesaiannya. Kasus koperasi Indosurya Cipta
kembali mencuat sekitar Februari 2020, ketika pengembalian dana yang dijanjikan
kepada anggota koperasi dinilai tidak dilaksanakan. Mereka yang dananya di atas
Rp 50 miliar hanya dicicil sekitar Rp 300.000, jauh di bawah angka yang
dijanjikan, Rp 50 juta per bulan. Untuk membayar pulsa pun dana yang diterima
itu dinilai tidak cukup, dan banyak dari sekitar 5.700 anggota koperasi simpan
pinjam itu kecewa.
Koperasi Indosurya Cipta adalah koperasi simpan pinjam
(KSP). Para anggota menyimpan dananya dan kemudian menjadi peminjam. Mestinya,
bunga pinjaman KSP hanya sedikit di atas bunga simpanan, misalnya jika bunga
simpanan 3%, bunga pinjaman maksimal 5% setahun. Tapi, sejak didirikan di
Jakarta, tahun 2012, bunga simpanan diberikan sangat tinggi, bahkan 1,5 hingga
2 kali bunga deposito bank. Padahal, ini bunga simpanan, bukan bunga pinjaman.
Dengan strategi itu, relatif dalam sekejap, KSP Indosurya
diperkirakan meraup dana hingga triliunan rupiah dari sekitar 5.700 nasabah.
Kasus gagal bayar terjadi sejak sekitar 2019, saat koperasi dari grup Indosurya
itu diperkirakan menghimpun dana anggota koperasi hingga Rp 10 triliun.
Pada saat yang sama, kewajibannya kepada anggota mencapai sekitar Rp 14,6
triliun. Dana itu berasal dari simpanan plus return atau imbal hasil yang
dijanjikan.
Pada Februari 2020, sebagian anggota KSP Indosurya tidak
mendapatkan pencairan atas deposito mereka yang telah jatuh tempo di koperasi
tersebut, dengan jumlah mencapai sekitar Rp 14,6 triliun. Total anggota
koperasi ini sekitar 5.700 dan dana yang menjadi hak anggota terus meningkat,
karena koperasi tersebut menjanjikan imbalan bunga yang tinggi, yakni sekitar
9%-12%, jauh di atas bunga deposito perbankan yang berkisar 5%-7% setahun.
Kasus gagal bayar mulai terjadi ketika anggota dengan dana besar menarik kembali
dananya. Dengan rush yang cukup besar, KSP Indosurya mengalami mismatch.
Tagihan lebih besar dibandingkan dana kas yang tersedia dan gagal bayar tidak
terelakkan, sehingga fakta ini memicu gelombang penarikan dana yang lebih
besar.
Pada sekitar Juni 2020, pendiri dan mantan pengurus KSP
Indosurya Cipta Henry Surya buka suara perihal gagar bayar KSP Indosurya yang
mencapai sekitar Rp 14,6 triliun itu. Menurut dia, ada ketidakadilan yang
dialami koperasi tersebut. "Saya sebagai mantan pendiri dan mantan
pengurus Indosurya sangat merasakan pemberitaan yang tidak fair. Saya merasa
terzalimi atas opini masyarakat pada oknum-oknum tertentu," ujar Henry
dalam keterangan pers di Gedung Graha Surya, Taman Perkantoran Kuningan, Jakarta,
Jumat (19/6/2020).
Masalah KSP Indosurya ini pun sudah sampai di pengadilan,
dan pernah digelar sidang verifikasi bilyet anggota KSP Indosurya di Pengadilan
Negeri Bungur, Jakarta Pusat. Pengurus dan pendiri KSP Indosurya hadir dan
mengatakan punya itikad baik dan diputuskan dana anggota harus dikembalikan.
Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) juga
sudah selesai, dan bersifat inkracht van gewijsde (perkara yang berkekuatan
hukum tetap). Putusan pertama itu jatuh pada tanggal 17 Juli 2020. Kemudian ada
proses banding, dan PKPU sudah diputuskan akhir Desember 2020. Masalah gagal
bayar oleh KSP Indosurya ini juga menarik perhatian DPR RI. Pada rapat kerja
dengan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Rabu (2/6/2021), anggota dewan
dari Komisi VI DPR RI mempertanyakan serius kelancaran pembayaran kembali dana
anggota KSP Indosurya. KSP Indosurya ini banyak yang menilai satu grup usaha
dengan PT Indosurya Inti Finance atau IIF. IIF, yang didirikan pada tanggal 27
Mei 2011 berdasarkan izin dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK dengan Surat
Keputusan Nomor KEP-425/KM.10/2011, adalah salah satu entitas lembaga keuangan
yang bernaung di bawah Indosurya Group yang bergerak dalam bidang keuangan dan
properti di Indonesia selama lebih dari 30 tahun.
Sumber :
Soal :
Dalam Modul 6 BMP dan materi pengayaan yang telah
disediakan, Anda telah memperoleh penjelasan mengenai Koperasi. Dijelaskan
bahwa kedudukan koperasi di negara kita adalah sebagai penggerak ekonomi
Indonesia.
Sekarang Tutor meminta Anda untuk memberikan analisis dari
pendapat Anda sendiri yang didasarkan pada asas dan ketentuan yang berlaku.
Melihat maraknya kasus koperasi yang gagal bayar seperti dalam artikel berita
di atas, maka menurut anda apakah prinsip ekonomi koperasi tetap sesuai dengan
kebutuhan bangsa Indonesia? Berikan jawaban tersebut disertai alasan-alasannya,
baik dilihat dari praktik kebutuhan masyarakat Indonesia sendiri maupun dari
peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut?
Menurut pendapat saya Koperasi di Indonesia memiliki peran
yang sangat strategis sebagai salah satu sokoguru perekonomian nasional. Hal
ini tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.”
Koperasi, sebagai bentuk badan usaha yang berlandaskan nilai-nilai kebersamaan,
keanggotaan sukarela, dan kendali demokratis, diharapkan menjadi sarana untuk
memperkuat ekonomi kerakyatan. Tujuan utama koperasi, sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, adalah:
“...untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.”
Dengan demikian, secara filosofi dan normatif, koperasi tetap relevan dan
sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia, karena menekankan kesejahteraan
bersama, bukan keuntungan semata.
Namun, dalam praktiknya, kasus gagal bayar oleh KSP Indosurya Cipta menunjukkan
penyimpangan serius terhadap prinsip-prinsip koperasi. Sejak awal, koperasi ini
menjanjikan imbal hasil atau bunga simpanan yang sangat tinggi (9–12% per
tahun), jauh di atas rata-rata bunga deposito bank konvensional yang berkisar
5–6%. Hal ini telah menyebabkan ekspektasi anggota menjadi tidak realistis, dan
koperasi beroperasi lebih menyerupai lembaga investasi atau lembaga keuangan
non-bank (LKNB), bukan sebagai koperasi simpan pinjam berbasis anggota.
Menurut laporan media dan fakta persidangan, dana yang dihimpun dari anggota
mencapai lebih dari Rp 10 triliun, dengan total kewajiban mencapai Rp 14,6
triliun. Situasi ini menciptakan kondisi mismatch antara kas yang tersedia
dengan kewajiban yang harus dibayarkan, terlebih saat banyak anggota menarik
dananya secara bersamaan (rush). Hal ini merupakan indikator kelemahan tata
kelola dan penyalahgunaan bentuk badan hukum koperasi.
Kondisi tersebut melanggar Pasal 44 UU No. 25 Tahun 1992, yang menyatakan
bahwa:
“Pengelolaan usaha koperasi harus dilaksanakan secara transparan dan
bertanggung jawab.”
Fakta menunjukkan bahwa transparansi keuangan dan tanggung jawab pengurus dalam
mengelola dana tidak berjalan sesuai prinsip koperasi yang sehat.
Salah satu penyebab utama dari maraknya kasus gagal bayar oleh koperasi simpan
pinjam adalah lemahnya pengawasan dan regulasi yang mengatur koperasi,
khususnya koperasi yang menghimpun dana masyarakat dalam skala besar.
Koperasi, tidak seperti bank atau perusahaan pembiayaan, tidak diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi hanya oleh Kementerian Koperasi dan UKM
yang belum memiliki infrastruktur pengawasan sekompleks OJK.
Dalam beberapa kasus, termasuk KSP Indosurya, koperasi kerap dijadikan kedok
investasi bodong, karena:
1. Menjanjikan keuntungan tetap yang tinggi (fixed return).
2. Tidak melakukan pengungkapan risiko secara terbuka kepada anggota.
3. Tidak mengikuti prinsip kehati-hatian keuangan sebagaimana lembaga keuangan
lainnya.
4. Tidak diwajibkan untuk mengikuti sistem pelaporan seperti Sistem Layanan
Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK.
Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM (2 Juni
2021), sejumlah anggota dewan menyoroti kasus ini sebagai preseden buruk bagi
dunia koperasi dan mendesak agar peran Kemenkop UKM diperkuat dan dimodernisasi
agar koperasi tidak lagi digunakan sebagai instrumen penipuan berkedok
legalitas hukum.
Menurut pendapat saya, melihat kondisi di atas prinsip koperasi masih tetap
relevan dan penting untuk mendukung perekonomian masyarakat Indonesia, terutama
dalam mendorong inklusivitas ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Akan tetapi,
permasalahan seperti KSP Indosurya menunjukkan adanya kesenjangan besar antara
prinsip dan praktik.
Agar prinsip koperasi tetap efektif menjawab kebutuhan bangsa, maka beberapa
hal perlu dilakukan:
a. Reformulasi Regulasi
Diperlukan revisi atau pembaharuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 agar dapat
menyesuaikan dengan kompleksitas kegiatan koperasi modern, khususnya koperasi
simpan pinjam yang secara fungsional menyerupai lembaga keuangan.
b. Sinergi dengan OJK
Koperasi simpan pinjam yang menghimpun dana dalam jumlah besar dan melakukan
kegiatan seperti perbankan perlu diawasi secara terpadu dengan OJK, agar tidak
terjadi tumpang tindih atau kekosongan pengawasan.
c. Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat
Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang risiko investasi, perbedaan antara
koperasi sejati dan entitas yang menyalahgunakan nama koperasi, serta
pentingnya melakukan due diligence sebelum menanamkan dana.
d. Penegakan Hukum yang Tegas
Aparat penegak hukum harus menindak tegas para pelaku penipuan yang berkedok
koperasi, baik dalam bentuk pidana penipuan, penggelapan, maupun pelanggaran
terhadap UU Perkoperasian.
Secara prinsipil, koperasi merupakan sistem ekonomi yang masih sangat sesuai
dengan kebutuhan bangsa Indonesia, karena menjunjung tinggi nilai kebersamaan
dan demokrasi ekonomi. Namun, agar prinsip tersebut tidak disalahgunakan,
pembenahan sistem pengawasan, peraturan, dan penegakan hukum harus segera
dilakukan.
Tanpa perbaikan struktural dan kelembagaan, maka koperasi rentan dijadikan alat
penghimpunan dana ilegal, yang pada akhirnya akan merusak kepercayaan
masyarakat terhadap koperasi itu sendiri.
Sumber referensi:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
3. Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dan Menteri Koperasi dan UKM, 2 Juni 2021.
4. Laporan Media: CNN Indonesia, Kompas, Tempo – kasus KSP Indosurya.
5. Otoritas Jasa Keuangan – www.ojk.go.id
6. Kementerian Koperasi dan UKM – www.kemenkopukm.go.id
Komentar
Posting Komentar